Jumat, 27 April 2012

ILMU PENDIDIKAN

Keberadaan dan Peranan Ilmu Pendidikan
Sebuah Renungan

Oleh: Dr. ACHMAD DARDIRI

               Orang berkata bahwa ilmu pendidikan di Indonesia itu diantara ada dan tiada. Dikatakan ada, tetapi tidak tampak kiprahnya. Dikatakan tiada, nyatanya masih ada fakultas ilmu pendidikan di beberapa universitas eks-IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan), bahkan Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sudah memiliki program studi baru bernama program studi Ilmu Pendidikan. Beberapa tokoh pendidikan dengan pandangan-pandangannya sengaja penulis kemukakan dalam tulisan ini agar generasi pelanjut tidak kehilangan pijakan dan agar tidak meraba-raba dalam kegelapan, melainkan ikut memikirkan pula pengembangannya ke depan.

Pengertian Ilmu Pendidikan
Menurut Langeveld, pedagogik atau ilmu pendidikan adalah suatu ilmu yang bukan saja menelaah obyeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki suatu obyek itu, melainkan mempelajari pula bagaimana seharusnya bertindak. Oleh karena itu, ilmu pendidikan disebut juga ilmu praktis. Langeveld membedakan antara ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan praktis. Ilmu pendidikan teoritis merupakan pemikiran yang tertuju pada penyusunan persoalan dan pengetahuan sekitar pendidikan secara ilmiah, sedangkan ilmu pendidikan praktis merupakan pemikiran yang tertuju pada cara-cara bertindak. Yang pertama mempunyai bidang pemikiran yang bergerak dari praktik pendidikan ke arah penyusunan suatu sistem teori pendidikan. Sedangkan yang kedua menempatkan dirinya dalam suasana pendidikan dan tertuju pada pelaksanaan perwujudan dari apa yang diidealkan dalam ilmu pendidikan teoritis.
Berbeda dengan Langeveld, Driyarkara mengemukakan tiga syarat agar pemikiran tentang pendidikan menjadi pemikiran ilmiah, yakni kritis, metodis, dan sistematis. Ini artinya, pemikiran tentang pendidikan disebut ilmiah jika dikaji secara kritis, metodis, dan sistematis. Meskipun cara menganalisisnya berbeda, tetapi kedua tokoh tersebut memiliki persamaan bahwa apa yang menjadi obyek kajian ilmu pendidikan adalah fenomena pendidikan, yaitu gejala yang tampak, dihayati, dirasakan, diekspresikan atau mengekspresikan diri dalam kehidupan manusia sehari-hari. Keduanya juga menggunakan metode fenomenologis dalam ilmu pendidikan, yaitu dengan mengenali, menganalisis, dan menginterpretasikan berbagai aspek yang terlibat di dalam fenomena pendidikan (perbuatan mendidik). Dengan demikian, tugas ilmu pendidikan secara keseluruhan adalah menganalisis secara ilmiah terhadap suasana pendidikan dan sekaligus merupakan analisis ilmiah terhadap keterlaksanaan pembentukan dan pemberian arah kepada suasana tersebut.

Keberadaan dan Peranan Ilmu Pendidikan di Indonesia
Setelah kita sedikit memahami ilmu pendidikan secara umum, pertanyaan yang sudah menunggu jawabannya adalah apakah ilmu pendidikan memang ada di Indonesia? Jawaban yang sederhana dapat dikemukakan: jelas ada. Buktinya, masih ada fakultas ilmu pendidikan di beberapa universitas eks-IKIP. Kalau kita menggunakan logika sederhana akan memberikan komentar bahwa adanya fakultas ilmu pendidikan berarti ilmu pendidikan masih ada. Tetapi, jawaban ini ternyata bagi sebagian orang tidak memuaskan karena kiprahnya tidak tampak jelas. Benarkah demikian? Mari kita cermati pandangan Mochtar Buchori, salah seorang pemikir pendidikan Indonesia yang tidak asing lagi bagi komunitas pendidikan. Beliau mencoba mengungkap secara historis ilmu pendidikan di Indonesia. Menurutnya, dari 1950 sampai sekitar 1960, ilmu pendidikan dianggap sebagai padanan dari konsep ‘pedagogik’, yaitu ilmu yang mempelajari cara-cara mengasuh anak mencapai status ‘manusia dewasa’. Dan ‘kedewasaan’ diartikan sebagai ‘kemampuan mengambil keputusan mengenai diri sendiri seraya mempertanggungjawabkan kepada dirinya sendiri pula’. Kemudian masuk konsep ‘education’ yang dibawa oleh para guru besar Amerika yang membantu perkembangan IKIP. Konsep ‘pedagogi’ mulai terdesak dan istilah ‘ilmu pendidikan’ semakin banyak menerima muatan konseptual yang berasal dari konsep ‘education’.
Menurut Mochtar Buchori, konsep ‘education’ merupakan konsep yang sangat luas tetapi sekaligus juga sangat sempit. Dikatakan sangat luas karena menampung berbagai jenis pengetahuan yang berasal dari pedagogik, psikologi, didaktik-metodik, sosiologi, dan antropologi. Dikatakan sangat sempit karena materi yang dibahasnya sebagian besar materi yang berhubungan dengan proses pendidikan yang terjadi di sekolah semata. Fenomena-fenomena pendidikan yang berasal dari situasi-situasi pendidikan di luar sekolah sedikit sekali dibicarakan secara sungguh-sungguh. Akibatnya, konsep ‘ilmu pendidikan’ mulai goyah, bergerak antara konsep ‘pedagogik’ dan konsep ‘education’. Di saat yang sama gerakan ‘pendidikan orang dewasa’ (adult education) berkembang di berbagai negara dan melahirkan ilmu baru yang disebut ‘andragogi’, yakni ilmu yang mempelajari cara memberikan pelayanan pendidikan kepada orang dewasa. Konsep ‘ilmu pendidikan’ turut melebur, meliputi konsep-konsep pedagogi, education, dan andragogi.
Dalam kenyataan, menurut Buchori, pengembangan ilmu pendidikan di Indonesia terutama dipengaruhi oleh model pengembangan ‘education’ di Amerika Serikat. Daerah pemikiran ilmu pendidikan yang klasik seperti sejarah pendidikan dan filsafat pendidikan mengalami kemandegan. Begitu pula pengembangan daerah-daerah perbatasan seperti psikologi pendidikan, sosiologi pendidikan, dan antropologi pendidikan dirasakan kurang dilaksanakan secara gigih oleh pengemban ilmu pendidikan. Riset dari para sarjana pendidikan dalam bidang-bidang ini sangat tidak terasa.
Dalam penglihatan Mochtar Buchori, pertumbuhan ilmu pendidikan di Indonesia tidak bergerak keluar, melainkan ke dalam; tidak bersifat evolutif, melainkan bersifat involutif. Persoalan belajar mengajar di sekolah terus menerus dikaji dan dikembangkan secara rinci, tetapi persoalan-persoalan pendidikan yang terdapat di lembaga-lembaga pendidikan di luar sekolah kurang dikaji secara sungguh-sungguh. Begitu pula persoalan yang sangat mendasar seperti pendidikan untuk transformasi sosio-kultural, pendidikan untuk lepas landas tidak pernah dikaji secara serius. Yang terjadi hanyalah verbalisme tentang pendidikan lepas landas, bukan pemikiran yang sistematik-empirik tentang pendidikan untuk lepas landas.
Pandangan Mochtar Buchori tersebut hendaknya tidak disikapi secara emosional, melainkan secara rasional. Artinya, kita yang berada di fakultas ilmu pendidikan hendaknya merasa tertantang untuk berupaya mengkaji dan mengembangkan terus ilmu pendidikan di Indonesia secara ilmiah. Kita harus menempatkan konsep ilmu pendidikan secara benar dan tidak mereduksir menjadi ilmu keguruan. Jika hal ini yang terjadi, maka lambat namun pasti keberadaan dan peranan ilmu pendidikan semakin lama semakin menghilang. Oleh sebab itu, marilah kita mencoba merefleksikan kembali keberadaan dan peranan ilmu pendidikan di Indonesia melalui berbagai kajian/penelitian dan forum-forum diskusi. Semoga kita ditakdirkan sebagai orang yang peduli terhadap pengembangan ilmu pendidikan. Amin.