Keberadaan dan Peranan Ilmu Pendidikan
Sebuah Renungan
Oleh: Dr. ACHMAD DARDIRI
Orang berkata
bahwa ilmu pendidikan di Indonesia itu diantara ada dan tiada. Dikatakan ada,
tetapi tidak tampak kiprahnya. Dikatakan tiada, nyatanya masih ada fakultas
ilmu pendidikan di beberapa universitas eks-IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan), bahkan Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sudah
memiliki program studi baru bernama program studi Ilmu Pendidikan. Beberapa
tokoh pendidikan dengan pandangan-pandangannya sengaja penulis kemukakan dalam
tulisan ini agar generasi pelanjut tidak kehilangan pijakan dan agar tidak
meraba-raba dalam kegelapan, melainkan ikut memikirkan pula pengembangannya ke depan.
Pengertian Ilmu Pendidikan
Menurut Langeveld, pedagogik atau ilmu pendidikan adalah
suatu ilmu yang bukan saja menelaah obyeknya untuk mengetahui betapa keadaan
atau hakiki suatu obyek itu, melainkan mempelajari pula bagaimana seharusnya
bertindak. Oleh karena itu, ilmu pendidikan disebut juga ilmu praktis. Langeveld
membedakan antara ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan praktis. Ilmu
pendidikan teoritis merupakan pemikiran yang tertuju pada penyusunan persoalan
dan pengetahuan sekitar pendidikan secara ilmiah, sedangkan ilmu pendidikan
praktis merupakan pemikiran yang tertuju pada cara-cara bertindak. Yang pertama
mempunyai bidang pemikiran yang bergerak dari praktik pendidikan ke arah
penyusunan suatu sistem teori pendidikan. Sedangkan yang kedua menempatkan
dirinya dalam suasana pendidikan dan tertuju pada pelaksanaan perwujudan dari
apa yang diidealkan dalam ilmu pendidikan teoritis.
Berbeda dengan Langeveld, Driyarkara mengemukakan tiga
syarat agar pemikiran tentang pendidikan menjadi pemikiran ilmiah, yakni
kritis, metodis, dan sistematis. Ini artinya, pemikiran tentang pendidikan disebut ilmiah jika dikaji secara
kritis, metodis, dan sistematis. Meskipun cara menganalisisnya berbeda, tetapi
kedua tokoh tersebut memiliki persamaan bahwa apa yang menjadi obyek kajian
ilmu pendidikan adalah fenomena pendidikan, yaitu gejala yang tampak, dihayati,
dirasakan, diekspresikan atau mengekspresikan diri dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Keduanya juga menggunakan metode fenomenologis dalam ilmu
pendidikan, yaitu dengan mengenali, menganalisis, dan menginterpretasikan
berbagai aspek yang terlibat di dalam fenomena pendidikan (perbuatan mendidik).
Dengan demikian, tugas ilmu pendidikan secara keseluruhan adalah menganalisis
secara ilmiah terhadap suasana pendidikan dan sekaligus merupakan analisis
ilmiah terhadap keterlaksanaan pembentukan dan pemberian arah kepada suasana
tersebut.
Keberadaan dan Peranan Ilmu Pendidikan di
Indonesia
Setelah kita sedikit memahami
ilmu pendidikan secara umum, pertanyaan yang sudah menunggu jawabannya adalah
apakah ilmu pendidikan memang ada di Indonesia? Jawaban yang sederhana dapat
dikemukakan: jelas ada. Buktinya, masih ada fakultas ilmu pendidikan di
beberapa universitas eks-IKIP. Kalau kita menggunakan logika sederhana akan
memberikan komentar bahwa adanya fakultas ilmu pendidikan berarti ilmu
pendidikan masih ada. Tetapi, jawaban ini ternyata bagi sebagian orang tidak
memuaskan karena kiprahnya tidak tampak jelas. Benarkah demikian? Mari kita
cermati pandangan Mochtar Buchori, salah seorang pemikir pendidikan Indonesia
yang tidak asing lagi bagi komunitas pendidikan. Beliau mencoba mengungkap
secara historis ilmu pendidikan di Indonesia. Menurutnya, dari 1950 sampai
sekitar 1960, ilmu pendidikan dianggap sebagai padanan dari konsep ‘pedagogik’,
yaitu ilmu yang mempelajari cara-cara mengasuh anak mencapai status ‘manusia
dewasa’. Dan ‘kedewasaan’ diartikan sebagai ‘kemampuan mengambil keputusan
mengenai diri sendiri seraya mempertanggungjawabkan kepada dirinya sendiri
pula’. Kemudian masuk konsep ‘education’ yang dibawa oleh para guru besar Amerika
yang membantu perkembangan IKIP. Konsep ‘pedagogi’ mulai terdesak dan istilah
‘ilmu pendidikan’ semakin banyak menerima muatan konseptual yang berasal dari
konsep ‘education’.
Menurut Mochtar Buchori,
konsep ‘education’ merupakan konsep yang sangat luas tetapi sekaligus juga
sangat sempit. Dikatakan sangat luas karena menampung berbagai jenis
pengetahuan yang berasal dari pedagogik, psikologi, didaktik-metodik,
sosiologi, dan antropologi. Dikatakan sangat sempit karena materi yang
dibahasnya sebagian besar materi yang berhubungan dengan proses pendidikan yang
terjadi di sekolah semata. Fenomena-fenomena pendidikan yang berasal dari situasi-situasi
pendidikan di luar sekolah sedikit sekali dibicarakan secara sungguh-sungguh.
Akibatnya, konsep ‘ilmu pendidikan’ mulai goyah, bergerak antara konsep
‘pedagogik’ dan konsep ‘education’. Di saat yang sama gerakan ‘pendidikan orang
dewasa’ (adult education) berkembang di berbagai negara dan melahirkan
ilmu baru yang disebut ‘andragogi’, yakni ilmu yang mempelajari cara memberikan
pelayanan pendidikan kepada orang dewasa. Konsep ‘ilmu pendidikan’ turut
melebur, meliputi konsep-konsep pedagogi, education, dan andragogi.
Dalam kenyataan, menurut
Buchori, pengembangan ilmu pendidikan di Indonesia terutama dipengaruhi oleh
model pengembangan ‘education’ di Amerika Serikat. Daerah pemikiran ilmu
pendidikan yang klasik seperti sejarah pendidikan dan filsafat pendidikan
mengalami kemandegan. Begitu pula pengembangan daerah-daerah perbatasan seperti
psikologi pendidikan, sosiologi pendidikan, dan antropologi pendidikan
dirasakan kurang dilaksanakan secara gigih oleh pengemban ilmu pendidikan.
Riset dari para sarjana pendidikan dalam bidang-bidang ini sangat tidak terasa.
Dalam penglihatan Mochtar
Buchori, pertumbuhan ilmu pendidikan di Indonesia tidak bergerak keluar,
melainkan ke dalam; tidak bersifat evolutif, melainkan bersifat involutif. Persoalan
belajar mengajar di sekolah terus menerus dikaji dan dikembangkan secara rinci,
tetapi persoalan-persoalan pendidikan yang terdapat di lembaga-lembaga
pendidikan di luar sekolah kurang dikaji secara sungguh-sungguh. Begitu pula
persoalan yang sangat mendasar seperti pendidikan untuk transformasi
sosio-kultural, pendidikan untuk lepas landas tidak pernah dikaji secara
serius. Yang terjadi hanyalah verbalisme tentang pendidikan lepas landas, bukan
pemikiran yang sistematik-empirik tentang pendidikan untuk lepas landas.
Pandangan Mochtar Buchori
tersebut hendaknya tidak disikapi secara emosional, melainkan secara rasional.
Artinya, kita yang berada di fakultas ilmu pendidikan hendaknya merasa
tertantang untuk berupaya mengkaji dan mengembangkan terus ilmu pendidikan di
Indonesia secara ilmiah. Kita harus menempatkan konsep ilmu pendidikan secara
benar dan tidak mereduksir menjadi ilmu keguruan. Jika hal ini yang terjadi,
maka lambat namun pasti keberadaan dan peranan ilmu pendidikan semakin lama semakin
menghilang. Oleh sebab itu, marilah kita mencoba merefleksikan kembali
keberadaan dan peranan ilmu pendidikan di Indonesia melalui berbagai
kajian/penelitian dan forum-forum diskusi. Semoga kita ditakdirkan sebagai
orang yang peduli terhadap pengembangan ilmu pendidikan. Amin.