Jodoh,
Ketentuan Allah
Wajah itu, kembali menyapaku di
pagi hari ini. Wajah yang lebut penuh dengan ketenangan dan keceriaan. Lama
rasanya tidak bertemu dengan sahabatku yang satu ini, karena dia sedang sibuk
dalam mempersiapkan hari pernikahannya. Rasanya rindu sekali dengannya, rindu
dengan nasehatnya, rindu dengan cerita-cerita hikmahnya, rindu dengan tawa dan
keceriannya yang selalu memberikan ketenangan dan hal baru bagiku.
Pagi ini, seperti biasa kami
berdua berniat untuk berolahraga. Di tempat yang biasa kami kunjungi, pacuan
kuda. Kami biasa menghabiskan waktu bersama untuk sekedar lari pagi dan sarapan
bersama. Setelah itu sambil bercerita tentang pengalaman kami satu sama lain.
Ada yang berbeda di hari ini, dia
nampak begitu ceria. Ceria sekali, sangat berbeda... Aku senang, melihat
keceriaan yang tampak dari wajah sahabatku ini. Keceriaan seorang wanita yang
nampak sedang berbunga-bungan dan berbahagia. Ku pikir wajar, karena memang
sebentar lagi ia akan menikah dengan seorang ikhwan luar biasa pilihan dari
guru ngajianya.
Melihat keceriaan dan kebahagiaan
yang muncul dari raut wajah sahabatku ini, aku sangat senang dan bersyukur.
Terima kasih ya Allah, Engkau maha adil. Calon suami pilihan dari guru ngajinya
memang tepat untuk sahabatku yang satu ini. Seorang ikhwan Sholeh yang
memiliki visi sama dengannya.
“Wanita-wanita yang tidak baik untuk
laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita
yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang
baik untuk wanita yang baik”. [TQS. An-Nur: 26]
Awalnya, aku sempat heran dengan
keceriaanya menyambut hari pernikahan yang akan digelar sebentar lagi. Beberapa
waktu yang lalu temanku ini bercerita kalau dia sempat ragu untuk menerima ikhwan
pilihan dari guru ngajinya karena belum siap dan belum bisa menerima latar
belakang “suku” sang ikhwan pilihan
dari guru ngajinya. Karena, ia memang rada sensi dengan laki-laki sumatra yang
memiliki watak keras dan pemarah.
Kemudian, aku menjadi penasaran
untuk bertanya.
“Ukh.. kenapa anti berubah
pikiran, yang tadinya tidak siap untuk menerima kemudian anti menerima dengan
penuh semangat dan keceriaan?”.
Ia menjawab dengan tegas, “aku
tidak memilihnya ukh, tapi Allah yang memilihkannya untukku. Aku yakin bahwa ikhwan
ini adalah ikhwan pilihan Allah untukku”.
Aku tersenyum, mendengar ucapan
sahabatku ini dan kusambung dengan pertanyaan meledek. “Masa sih, yakin... dari
mana anti yakin”.
Lantas ia menjawab “Allah itu,
pasti memberikan yang terbaik untuk hambanya, dan ikhwan ini adalah yang
terbaik untukku karena ia ikhwan yang sholeh”. “Kan, jelas ukh
dalam hadis nabi ada empat fakor yang menjadi kiteria dalam pemilihan pasangan
hidup, dan yang utama kita pilih itu karena agamanya buka gantengnya, kayanya, atau keturunannya”
Dengan santai ku jawab, “oke
deh.. percaya sama anti”. Kemudian cerita berlanjut dengan nasehat
ringan dari sahabatku ini, “ketika mencari jodoh itu jangan berharap yang
muluk-muluk, harus ini.. harus itu..., ganteng, sholih, pinter, cerdas, kaya
dll. Karena ketika kita tidak mendapatkan yang kita harapkan, maka akan kecewa.
Ketika kita kecewa sifat kufur akan mudah masuk ke dalam diri kita, dan akan
jauh dari sifat syukur. Ketika kita jauh dari sifat syukur maka, lama-kelamaan
kita akan jauh dari Allah. Nasihat-nasihat
singkatnya mengalir begitu saja.
"Bila kau sekarang sedang
menunggu seseorang untuk menjalani kehidupan menuju Ridha-Nya, bersabarlah
dengan keindahan. dia tidak datang karena ketampanan, kecantikan, kepintaran
ataupun kekayaan, tapi Allah-lah yg menggerakan. Jangan tergesa-gesa
mengekspresikan cinta kepadanya sebelum Allah mengizinkan. Belum tentu yang kau
cintai adalah yang terbaik untukmu. Simpanlah segala bentuk ungkapan &
derap hati rapat-rapat, karena Allah akan menjawabnya dengan indah di saat yg
tepat"
Setelah lama bercerita, tak
terasa aku dan sahabatku ini harus segera berpisah. Baru bertemu sudah harus
berpisah lagi. Aku akan bertemu dia lagi di hari pernikannya. Sedih bercampur
senang. Senang karena dia akan berbahagia, sedih karena mulai esok hari aku dan
sahabatku tidak akan bertemu sesering sebelumnya. Karena ia akan tinggal
bersama suaminya. Ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Iya... itulah hidup.
Terus mengalir dan dalam putaran waktu selalu memberikan makna dan rona tersendiri,
karena di dalamnya mengandung banyak kenangan yang tak bisa terlupakan...